Kehidupan Ani berubah 180 derajat
setelah ia menikah dengan Beno. Ekspekstasi tentang kehidupan pasca menikah
yang mereka bayangkan banyak yang terpatahkan. Sejak memikirkan akan menikah,
Ani sudah berandai-andai setiap pagi ia memasak untuk suaminya juga tak lupa
mempersiapkan bekal untuk makan siangnya. Namun, kiranya pagi itu tak sesuai
dengan angan-angannya.
“Dek, baju batik ku dimana ya?” Tanya
Beno sambil sibuk mencari.
Ani yang sedang sibuk menggoreng telur
tersadarkan kalau sepertinya baju tersebut belum ia setrika.
“Duh iya mas, belum adek setrika.
Tunggu sebentar ya mas, adek kelarin goreng telur dulu.
“Duh cepetan, ini kan hari senin
jadwalnya pakai seragam batik itu”kesal Beno.
Baru saja hendak menyetrika, dengungan
teko tanda air mendidih bunyi dengan lantangnya.
“DUUUUH” kata Ani.
“Mana baju ku dek, juga mana sarapanku
keburu telat?” Tanya Beno.
“Iyaaa iyaaa mas, sabar ya” Jawab Ani
sambil kembali menyetrika seusai mengisi air kedalam termos.
Baju batik sudah selesai disetrika,
kini waktunya Ani melanjutkan kegiatan memasaknya di dapur. Namun waktu sudah
menunjukkan pukul 06.45. Sementara Beno
harus masuk pukul 07.30.
“Mas, baru punya telur goreng. nggak
sempet ya kalau aku masak sayur dulu?” Tanya Ani dengan sedikit muka memelas.
“Ahhhhh sudah-sudah mana telurnya, apa
saja deh yang penting sarapan dulu” Jawab Beno menahan kesal.
Terkejutlah Ani ketika ia mendapati
beras di rice cooker yang belum
matang, rupanya Ani lupa untuk memencet tombol cook. Ya, pagi itu seperti bencana bagi Ani. Boro-boro
mempersiapkan bekal untuk suaminya, mempersiapkan makan untuk sarapannya saja
keteteran.
“Mas, nggak ada nasi lupa pencet
tombol cook, Ani beli nasi di warung
dulu aja ya” Ani memelas.
“Aaaaah sudah-sudah aku makan diluar
aja sekalian berangkat” Jawab Beno kesal. Beno segera mengambil tas dan kunci
mobilnya. Ia pergi tanpa pamit.
Sementara di rumah, Ani merasa gagal
di hari pertamanya sebagai seorang istri dari Beno, lelaki yang ia cintai.
Beberapa menit berselang, Ani mendengar suara mobil yang tak asing di
telinganya. Suara mobil Beno. Ia buru-buru membuka pintu sambil menyeka air
mata. Ani hanya bengong melihat Beno keluar dari mobil lalu masuk rumah dan
memeluknya. Sambil berkata.
“Tak apa sayangku, jangan menangis.
Bukan salahnya adek, mas bisa sarapan diluar. Nggak papa. Udah ya jangan
nangis”
“Maaf ya mas” Tangisan Ani kembali
deras.
“Udah-udah, mas nggak mau pergi kerja
lihat adek sedih. Mas nggak mau berangkat sebelum nangisnya berhenti” Beno
berkata.
Ani segera menyeka air matanya.
Tangisannya kini berganti jadi senyum di bibirnya.
“kricik kricik” terdengar bunyi air
yang meluber.
“eeeeh aku lupa matiin kran air mas,
hehehehehe” kata Ani.
Beno pun segera berangkat ke kantor.