Selasa, 10 Oktober 2023

I am Back

 Haiiiiii, i am back. Setelah sekian lama nggak nulis di blog ini kangen juga lihat tulisan-tulisanku jaman dulu. lucuuu banget hehee. setelah membaca beberapa tulisanku ke belakang saat dimulainya blog ini tahun 2014, i realize that wooowww i am grow up hehehe. grow up semakin lebih baik lagi semoga.

2023. kalau melihat kebelakang dan membandingkan dengan sekarang, ternyata banyak kejadian-kejadian mengejutkan yang tidak pernah aku bayangkan dulu hehehee.

surprise banget yaa, ternyata jadi dewasa itu gak mudah hehehe

Selasa, 05 November 2019

Privillige


Apa yang aku dapatkan saat ini tidak terlepas dari peran orang tua. Entah apa itu namanya, banyak orang bilang itu istilahnya privillige. Oke, kemudian apakah aku seperti ini karena privillige orang tuaku? Yes, tentu saja. Aku tidak akan bisa kuliah S2 dan menjadi dosen saat ini jika waktu itu orang tuaku tidak memiliki cukup uang untuk membiayai ku kuliah. Kegagalanku mendapatkan beasiswa tidak menurunkan semangat dan kepercayaan dari orang tua bahwa aku mampu melanjutkan studi. Jika aku tidak mendapat privillige tersebut, mungkin selepas sarjana aku lebih memilih mencari pekerjaan dibandingkan mencari beasiswa lalu lanjut studi.
Privillige yang dapatkan tidak senantiasa membuatku lupa diri. Sejak kuliah S2 aku berusaha tidak membebani orangtua dengan biaya dan gaya hidupku. Walaupun uang mingguan yang diberikan mepet, akan aku gunakan sebaik mungkin. Aku pun mencari uang tambahan dengan menjadi guru privat, ikut proyek kampus, onlineshop dan membuka jasa analisis lab. Uang yang aku dapat dari pekerjaan freelance tersebut aku gunakan untuk membeli pakaian, buku, sepatu, tas, kado untuk pacar, hangout, dan lain lain.
Sampai di umurku yang ke 27 tahun ini pun terasa perasaan aku masih memiliki privillige dari orangtua. Aku selalu bersyukur apapun itu privillige yang aku dapatkan dan aku sudah menggunakan privillige tersebut ke hal yang baik.
Jadi, privillige apa yang dapat aku berikan untuk anak-anakku kelak?
Semoga lebih baik. Hehehee J


Kamis, 05 September 2019

Pasca Wedding


          

            Kehidupan Ani berubah 180 derajat setelah ia menikah dengan Beno. Ekspekstasi tentang kehidupan pasca menikah yang mereka bayangkan banyak yang terpatahkan. Sejak memikirkan akan menikah, Ani sudah berandai-andai setiap pagi ia memasak untuk suaminya juga tak lupa mempersiapkan bekal untuk makan siangnya. Namun, kiranya pagi itu tak sesuai dengan angan-angannya.
               “Dek, baju batik ku dimana ya?” Tanya Beno sambil sibuk mencari.
Ani yang sedang sibuk menggoreng telur tersadarkan kalau sepertinya baju tersebut belum ia setrika.
“Duh iya mas, belum adek setrika. Tunggu sebentar ya mas, adek kelarin goreng telur dulu.
“Duh cepetan, ini kan hari senin jadwalnya pakai seragam batik itu”kesal Beno.
Baru saja hendak menyetrika, dengungan teko tanda air mendidih bunyi dengan lantangnya.
“DUUUUH” kata Ani.
“Mana baju ku dek, juga mana sarapanku keburu telat?” Tanya Beno.
               “Iyaaa iyaaa mas, sabar ya” Jawab Ani sambil kembali menyetrika seusai mengisi air kedalam termos.
Baju batik sudah selesai disetrika, kini waktunya Ani melanjutkan kegiatan memasaknya di dapur. Namun waktu sudah menunjukkan pukul  06.45. Sementara Beno harus masuk pukul 07.30.
                “Mas, baru punya telur goreng. nggak sempet ya kalau aku masak sayur dulu?” Tanya Ani dengan sedikit muka memelas.
“Ahhhhh sudah-sudah mana telurnya, apa saja deh yang penting sarapan dulu” Jawab Beno menahan kesal.
Terkejutlah Ani ketika ia mendapati beras di rice cooker yang belum matang, rupanya Ani lupa untuk memencet tombol cook. Ya, pagi itu seperti bencana bagi Ani. Boro-boro mempersiapkan bekal untuk suaminya, mempersiapkan makan untuk sarapannya saja keteteran.
“Mas, nggak ada nasi lupa pencet tombol cook, Ani beli nasi di warung dulu aja ya” Ani memelas.
“Aaaaah sudah-sudah aku makan diluar aja sekalian berangkat” Jawab Beno kesal. Beno segera mengambil tas dan kunci mobilnya. Ia pergi tanpa pamit.
Sementara di rumah, Ani merasa gagal di hari pertamanya sebagai seorang istri dari Beno, lelaki yang ia cintai. Beberapa menit berselang, Ani mendengar suara mobil yang tak asing di telinganya. Suara mobil Beno. Ia buru-buru membuka pintu sambil menyeka air mata. Ani hanya bengong melihat Beno keluar dari mobil lalu masuk rumah dan memeluknya. Sambil berkata.
“Tak apa sayangku, jangan menangis. Bukan salahnya adek, mas bisa sarapan diluar. Nggak papa. Udah ya jangan nangis”
“Maaf ya mas” Tangisan Ani kembali deras.
“Udah-udah, mas nggak mau pergi kerja lihat adek sedih. Mas nggak mau berangkat sebelum nangisnya berhenti” Beno berkata.
Ani segera menyeka air matanya. Tangisannya kini berganti jadi senyum di bibirnya.
“kricik kricik” terdengar bunyi air yang meluber.
“eeeeh aku lupa matiin kran air mas, hehehehehe” kata Ani.
Beno pun segera berangkat ke kantor.

Kamis, 21 Februari 2019

21 Februari 2019 (H-3 Minggu cabut dari Kos)

Hari ini aku membereskan beberapa barang yang kiranya sudah tak terpakai. Kamar kos ini aku huni lebih dari 8 tahun. Ternyata banyak sekali barang yang sejak 8 tahun aku simpan. Begitu banyak barang hingga aku harus memilah mana yang aku simpan dan buang. Di suatu ketika memilah, aku menemukan co card kepanitian yang selama ini ternyata aku kumpulkan, mulai dari panitia ospek, kunjungan ilmiah, pelatihan jurnalistik, pelantikan organisasi, seminar dan lain-lain. Kembali memilah, aku menemukan beberapa ucapan ulang tahun, sidang skripsi, sidang tesis, wisuda dari orang terdekat. Seketika senyum tersungging dari bibirku, banyak orang baik di sekitarku. Alhamdulillah. Buku tulis, buku kuliah, materi-materi kuliah yang dirasa penting aku simpan, sedangkan tumpukan revisi tesis dan banyak kertas tidak penting aku sisihkan ke kardus sebagai barang yang akan aku buang. Banyak coretan menandakan banyaknya kenangan. Itu yang aku lihat di beberapa hasil revisian tiap kali bimbingan. Pikiran menyusuri ruang nostalgia tentang bagaimana aku melewati masa kuliah selama 7 tahun ini. Semua ada disana, tentang rasa bahagia, ingin tahu, bosan, sedih, bangga, resah, semuanya yang tak aku lupa.
Sejenak aku berpikir, apa yang aku lakukan selama ini dengan menghamburkan banyak kertas yang pada akhirnya berakhir di tukang loak. Kertas salah print, fotocopy, ini terlalu banyak pikirku. Jengah sendiri melihatnya. Tidak kalah jengahnya aku ketika melihat pakaian-pakaian yang lama sudah tidak terpakai. Terlalu banyak pakaian di lemari ini yang bahkan aku tidak ingat kapan dan kenapa aku membelinya. Sejujurnya, aku berpikir bahwa aku bukan wanita yang suka berbelanja, namun melihat tumpukan baju ini rasanya aku mematahkan pikiranku sendiri.
Kegiatan beres-beres kosan ini semakin memantik pikiranku untuk hidup minimalis. Sudah terpikirkan memang sebelumnya. Alangkah tidak ribetnya memiliki pakaian yang sedikit, tidak perlu bingung mau pakai yang mana. Meminimalisir membeli barang-barang tidak penting yang ingin dibeli hanya karena “lucu”, come on sudahlah barang-barang “lucu” itu hanya akan dinikmati beberapa hari saja, selanjutnya lupa dan tau-tau kamar jadi penuh dengan barang-barang remeh seperti itu.

Pada akhirnya semua barang yang ada di kamar kos ini akan menjadi kenangan, sebenarnya bukan tidak ingin mengingatnya karena tidak penting, tapi apalah daya beberapa barang memang sebaiknya dibuang untuk mensederhanakan isi ruang demi kesehatan pandangan dan jiwa. Percayalah, semua yang bermakna tidak akan terlupa. Kalaupun terlupa, itu tandanya sudah tua. Sekian curhatan anak kos yang mau pulang kampung karena akan menikah. du du du du du du ;)

Sabtu, 29 Desember 2018

"Tujuan Hidup"

Hasil gambar untuk destination of life pict
pict: https://medium.com/the-mission/the-12-important-life-skills-i-wish-id-learned-in-school-f4593b49445b

       Apa yang dilakukan seorang lulusan sarjana atau master setelah lulus? Jawabannya, ya…mencari kerja. Mengenai seberapa cepat ia mendapatkan pekerjaan dan jenis pekerjaan apa itu tentunya kembali ke diri masing-masing. Sudah saatnya mencari penghasilan sendiri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk masa depan. Setelah mendapatkan pekerjaan, berpikir untuk mengakhiri masa lajang. Menikah dengan pasangan hidup bahagia sebagai seorang suami istri. Beberapa lama setelah menikah kemudian memiliki anak, selang beberapa tahun lahir anak kedua ketiga. Pensiun dari pekerjaan sudah memiliki cucu dan hidup bahagia dengan anak dan menantu. Menikmati masa tua dengan melihat kesuksesan anak-anak mereka. Lalu apa? Apa tujuan hidup itu? Apakah bisa dibilang menikmati masa tua yang indah tersebut adalah tujuan akhir hidup?

Tidakkah kalian ingat apa yang terjadi setelah kenikmatan masa tua yang indah berbunga-bunga. Ya, mati. Jadi tujuan akhir hidup yang sesungguhnya adalah mati. Memiiki masa tua yang indah atau tidak pun ujung-ujungnya sama yaitu mati.

Senin, 03 September 2018

PASAR MALAM

Angin bertiup menggetarkan dingin di malam minggu sebuah pasar malam. Dingin yang menusuk hingga tulang. Malam itu Marno sedang berperang dengan dinginnya suhu 140C. “Sial musim dingin begini kenapa tetap buka sih” batin Marno ketika ia berganti pakaian. Jaket tebal yang sedari tadi membalut tubuhnya telah tergantung, kini ia hanya memakai kaos kutang dan celana pendek. “Siap ya Mar, sudah ditunggu” perintah seorang yang mungkin atasannya. Tanpa menajwab Marno hanya mengacungkan ibu jari tanda setuju.
Malam itu Marno bersama rekan satu tim nya mengoperasikan salah satu wahana permainan di pasar malam. Pasar malam itu sendiri sudah 21 hari beroperasi. Ramai saat akhir pekan dan sepi saat hari biasa. Maklum saat itu bukan waktunya libur sekolah, orang tua juga enggan mangajak anak mereka pergi karena esoknya harus berangkat sekolah.
Hidup Marno memang tak lepas dari kerasnya kehidupan malam. Ia lahir di perkampungan prostitusi terbesar di kota itu. Tak tahu ibunya siapa, apalagi ayahnya, pun ia bertemu ibunya dan bertanya siapa ayahnya, tidak yakin juga sang ibu bisa menjawab. Sudahlah, bagi Marno tak penting dari rahim wanita mana ia lahir, toh kenyatannya ia ditelantarkan karena sesungguhnya keberadaanya yang tidak diinginkan. Ia diasuh oleh seorang pemilik motel, sehingga sejak kecil Marno bekerja di motel tersebut. Membersihkan lantai, mencuci, membersihkan kamar mandi, mengganti sprei hingga memperbaiki atap bocor. Segala pekerjaan ia lakukan demi membalas kebaikan sang pemilik motel.
Saat berumur 18 tahun Marno memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Ia akan pergi ke kota besar, mencari kehidupan yang baru. Dengan berbekal uang 120 ribu, satu tas ransel lusuh berisi beberapa pakaian dan niat menggebu Marno berangkat dengan menumpang dari satu truk ke truk lain. Oleh suprik truk yang baik hati ia kadang ditraktir makan walaupun hanya lauk teri, tentu hanya ada satu atau dua yang seperti itu. Sampailah ia di kota besar itu. Kota dengan bangunan menjulang tinggi, hiruk pikuk orang menyebrang jalan, klakson yang bersahutan terlihat tak mau kalah. Suatu pemandangan yang sungguh baru bagi Marno. Selama ini yang ia lihat hanya wanita berpakain mini keluar masuk kamar bersama laki-laki tua.
Kepergian Marno ke ibukota bukan tanpa rencana, ia telah mengenggam foto 5x6 yang dibelakangnya telah tertera sebaris alamat. “aku harus menemui orang ini, ya..betul” batin Marno memantapkan hatinya.
Pada suatu subuh Marno hendak ke sumur untuk buang hajat, selesainya ia bertemu dengan laki-laki paruh baya yang keluar dari motel. Dengan sempoyongan laki-laki itu bertanya kepada Marno tentang asal usulnya lalu mengeluarkan sebuah foto dan menulis sebaris alamat. “Temui aku disini, kau akan hidup enak.hahaha” kata laki-laki tersebut sambil berlalu.
Berminggu-minggu hingga bertahun-tahun Marno memikirkan kata-kata laki-laki itu, hingga akhirnya ia mantap menuju ibukota, dia memiliki angan nantinya ia akan dipekerjakan di rumah besar milik laki-laki tadi sebagai satpam atau tukang kebun.
Seiring mencari alamat itu selama 2 hari, uang Marno telah habis. Sesampainya Marno di rumah yang dituju, terkejutnya ia mendapati rumah mewah begitu besar lengkap dengan gazebo di depannya. Bukan sambutan hangat yang didapat justru Marno diusir dari rumah itu. Ia bersikeras ingin menemui pemilik rumah sambil memperlihatkan foto yang ada di tangannya. Keluarlah laki-laki itu, ya laki-laki seperti yang ada di foto, bedanya sekarang ia agak kurus dan berkumis. “Siapa kau” teriak laki-laki paruh baya dari dalam rumah. “aku Marno, anak yang engkau temui dan kau janjikan hidup enak bersama mu, sambil ia memperlihatkan foto di tangannya” seru Marno. Sambil mengernyitkan dahi dan mengingat ingat, lantas laki-laki paruh baya itu berkata “hahahahaha….kau datang kesini karena itu? Hahaha….pulanglah aku mabuk waktu itu, tak ada yang kau harapkan disini, pergii…pulang sana”.
Akhirnya Marno diusir dengan ketikberdayaannya ia hanya berjalan dari terminal ke terminal.  Singkat cerita, kehidupan Marno setelah itu sangat berantakan, hingga ia sekarang menjadi pekerja di wahana permainan pasar malam. Orang-orang menyebutnya arjuna. Dengan kekuatan yang dimilikinya ia memutar kursi lingkaran naik turun dan mempertontonkan atraksi di tiang paling atas.
“Ayoo ayooo antri jangan berebut, nanti semua kebagian naik…...yaaak, berhenti disitu di mas berbaju ijo, silahkan hati-hati naik ke kursi dibantu oleh arjuna-arjuna kami, hati…hati. Semua sudaaaaaaah naiiiiiikkkkk? Siaaaaap digoyaaaaaaang bersama goyaaaang asmaraaa, mana tepuk tangannya???”
Riuh tepuk tangan berdatangan dari pengunjung yang tak sabar menjajal wahana goyang asmara ini. Tempat duduk tinggi yang membentuk lingkaran itu mulai diputar manual oleh orang dibawah. Pemandu permainan memberi aba-aba, Marno sudah siap melakukan tugasnya. Marno berlari kesana kemari untuk memutar kursi lingkaran tersebut. Lebih menarik lagi, kini Marno sudah naik ke atas tiang untuk mempertontonkan atraksinya, ia mulai melempar kaos kutangnya dan mengeluarkan api dari dalam mulutnya. Semakin liar aksi Marno, semakin riuh tepuk tangan penonton. Beberapa penonton bahkan memberikan saweran,  2 ribu 5 ribu 10 ribu, paling besar pernah ia dapat 50 ribu.
Waktu menunjukkan pukul 22.30, ia masih dengan keringat bercucuran dan berusaha memburu nafasnya. Sudah 6 kali ia mempertontonkan aksinya seperti itu, lelah yang dilanda Marno hampir tak ia rasakan, ia hanya ingin permainan keparat ini segera berakhir. Beberapa kali ia ijin dengan atasannya untuk istirahat satu putaran saja dengan alasan kelelahan, tentu bukan itu penyebabnya. Ia tahu sudah ada seorang wanita yang menunggunya di pojok pasar malam dekat tempat Cak Sarip berjualan kembang gula. Beberapa kali ia melihat samar-samar tempat itu, aah dia memakai dress motif batik dengan bando cantik di rambutnya yang sedikit bergelombang. Sudah tak sabar Marno, rasanya ia ingin meloncat dari atas tiang dan menghampiri Surti. Gadis yang ia temui di pasar malam sebagai pengunjung sejak hari pertama pasar malam dibuka. Permainan pun selesai, waktu menunjukkan pukul 23.30. Wanita yang menunggunya sudah tidak ada di tempatnya. Dengan panik Marno mencarinya kesana-kemari, dimulai dari bertanya kepada Cak Sarip dan orang lain yang mungkin melihatnya. Semua nihil, tak ada jawaban. Lebih tepatnya tidak ada yang mau memberi jawaban. Sampai akhirnya ia melihat ada sesuatu yang aneh dibalik tenda. Ia mendengar teriakan Surti. Lebih kaget lagi ia melihat Prayit yang membuat Surti kesakitan. Pakaiannya compang-camping, tubuhnya lemah sepertinya mau mati.
Tanpa pikir panjang Marno melepas kaos kutangnya, berlari menghampiri Prayit dengan teriakan “Hei bangsat….kemari kau”. Prayit tak kalah kagetnya. Tubuhnya sempoyongan namun masih dapat sadar apa yang dilihatnya. Tanpa bisa berkata apa-apa, Marno sudah meilitkan kaos kutangnya di leher Prayit. Tubuh Prayit yang tak sekekar dan sekuat Marno dengan mudah ambruk. Tanpa ampun Marno mencekik leher Prayit. Beberapa menit kemudian, sudah tak ada tanda-tanda kehidupan di tubuh Prayit. Malam itu menjadi malam terkahir Marno bekerja di pasar malam. Ia tak pernah kembali bersama rekan satu tim nya menjadi arjuna.

-end-

Rabu, 21 Maret 2018

Teguran untuk Dosen

“Bapak tidak menghargai waktu mahasiswa”. Seorang mahasiswa menegur seorang dosen dengan tegas  karena si dosen telah berulang kali membatalkan janji untuk konsultasi. Sang dosen hanya diam tidak menjawab. Seketika ada raut trenyuh terpancar dari mata lelahnya. Rasa yang selama ini ia tahu namun abaikan. Sudah berapa banyak mahasiswa dan rekan yang ia batalkan dan tunda janjinya, karena ada urusan lain yang dianggap lebih penting atau menemui orang yang sebelumnya ia batalkan janjinya terus menerus.  Berkali kali kejadian hal seperti itu terjadi, hingga mahasiswa kadang menyerah dan menunggu “keajaiban” itu datang. Dibilang “keajaiban” karena tiba-tiba sang dosen akan memberi pesan whatssapp atau telfon untuk menyuruh si mahasiswa datang menemui beliau saat itu juga atau setidaknya setengah hingga satu jam sejak pesan tersebut dikirim. Si mahasiswa yang mungkin sedang scroll akun gosip atau artis yang disuka meloncat panik, mengambil handuk untuk sekedar cuci muka lalu ngacir sambil tak lupa membawa draft revisian satu bulan lalu. Bagaimana kabar dengan mahasiswa yang mungkin saat itu sedang berada di luar daerah, ada kepentingan lain, tidak mempunyai kuota, telepon genggamnya rusak dan lain sebagainya. Mahasiswa malang itu akan menunggu lagi “keajaiban” datang dan mencoba usaha yang kemungkinan besarnya gagal plus bikin dongkol.
           Sekali lagi, sang dosen masih terdiam sementara si mahasiswa masih dengan tatapan ingin penjelasan, atau setidaknya kata maaf. Terbesit rasa sungkan si mahasiswa kepada dosen karena pernyataan yang cukup menohok ia lontarkan. Tapi lupakanlah, toh dia juga mewakili perasaan teman-teman yang selama ini menjadi “korban” dari dosen tersebut. Sesi konsultasi berakhir tanpa banyak basa-basi. Si mahasiswa pamit dengan perasaan sedikit lega telah mengeluarkan kalimat tersebut dari mulutnya. Di dalam ruangannya, sang dosen merekatkan sela-sela jari tangannya mengangkatnya keatas dan terus memikirkan kalimat yang terlontar dari mahasiswa bimbingan. Mungkin benar, ya benar. Ia sudah memikirkan itu betul-betul. Selama ini ia abai akan perasaan orang lain dan tidak ada orang yang cukup punya nyali untuk menegurnya. Hingga hari ini seorang mahasiswa semester akhir yang berniat untuk segera lulus dengan tegas menegurnya.